Kosong. Mimpi dan kenyataan pun tertukar. Pohon itupun kembali tumbuh. Dahannya mulai kuat. Angin pun lebih kencang. Tumbang lagi semuanya. Sepasang mata hanya berjalan datar. Mimik mukapun memaksa tersenyum. Iya. Memaksa. Mungkin semuanya paksaan. Entah. Mukanya mungkin diatur seperti muka badut. Selalu tersenyum dan menyembunyikan segalanya. Bertingkahlah seperti badut. Seperti dokter yang tidak boleh sakit dan psikolog yang tidak boleh bersedih. Seperti tentara yang tidak boleh mengerang saat peluru menembus kulitnya.
Takut. Iya takut. Semua kemungkinan terburuk terbukti. Semuanya bertubi tubi. Seonggok jiwa terlalu lamban melatih kemungkinan yang ada. Kemungkinan buruk lebih tepatnya. Saat sakit itu datang dia hanya bisa meringkuk dan bertingkah seperti badut. Iya seperti di atas, tersenyum penuh paksaan. Paksaan dari diri sendiri. Agar tidak ada yang tahu yang sebenarnya. Agar tidak ada yang tahu keluh kesahnya. Namun dia (sekali lagi) terlalu lamban melatih. Semuanya terbaca. Dia pun hanya bisa sembunyi. Di balik semuanya. Berlari untuk bersembunyi. Lalu lelah menyelimuti.
pukpuuuk.. peyuuuk kucriiit ({})
BalasHapusmuuciiih {}
BalasHapus